Sikap toleransi kepada non muslim dianjurkan dalam syariat.
Toleransi yang dianjurkan oleh syariat adalah toleransi dalam hal mu’amalah
seperti jual beli, hak tetangga, dan lainnya. Akan tetapi, kalau toleransi
sudah menyeberangi batas-batas keyakinan (aqidah) dan peribadatan maka tidak
boleh dilakukan.
Di antara sikap toleransi yang berlebihan adalah ketika seorang
muslim ikut-ikutan merayakan Natal, mengucapkan selamat natal, memberikan
hadiah dan menggunakan slogan-slogan yang menjadi simbol hari raya nasrani
tersebut. Dan sikap toleransi yang berlebihan akan menjadikan seorang Muslim
meremehkan prinsip-prinsip dasar yang tidak boleh tercampuri oleh prinsip
manapun.
Dalam kesempatan ini Saya akan membawakan beberapa fatwa seputar
natal dan hari raya agama lain dari ulama Ahlus-sunnah yang wajib menjadi
rujukan umat muslim. Mudah-mudahan yang belum mengetahui menjadi tahu dan yang
masih ragu menjadi yakin dan yang sudah yakin menjadi tambah keyakinannya.
A.
FATWA
TENTANG MENGUCAPKAN SELAMAT NATAL
Syaikh Al-'Utsaimin rahimahullah
ditanya tentang hukum mengucapkan selamat hari raya krismis atau Natal pada
orang-orang kafir ? Apa yang kita lakukan seandainya mereka mengucapkan selamat hari
raya ? Apakah boleh mendatangi tempat-tempat perayaan hari raya tersebut ?
Berdosakah seseorang jika melakukan hal di atas tanpa ada unsur kesengajaan,
untuk menjaga sikap baik, malu atau tidak enak atau sebab lainnya. Bolehkah
meniru mereka dalam hal ini ?
Beliau menjawab :
Mengucapkan selamat hari raya krismis/Natal atau lainnya pada orang-orang kafir
hukumnya adalah haram menurut kesepakatan (ulama). Ibnul Qayyim rahimahullah membahas tentang hal ini dalam kitabnya:
Ahkam Ahli Dzimmah, beliau berkata:
"Mengucapkan
selamat atas syi'ar tertentu orang-orang kafir, hukumnya adalah haram menurut kesepakatan (ulama), seperti ucapan
selamat terhadap hari raya atau puasa mereka dengan mengatakan: "Hari Raya
yang diberkahi atas diri anda", atau "Anda berbahagia dengan hari
raya ini" dan semisalnya. Maka hal yang seperti ini, jika orang yang
mengucapkan terlepas dari kekufuran, maka hal itu termasuk dari perkara yang
diharamkan. Ini adalah seperti anda mengucapkan selamat atas sujudnya pada
salib, bahkan dosanya lebih dari itu di sisi Allah, dan lebih dimurkai dari
memberi selamat (pada orang yang) minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina
dll.
Banyak orang yang konsisten agamanya minim,
terjatuh pada hal tersebut. Dia tidak mengetahui keburukan yang
ia lakukan. Barangsiapa yang mengucapkan selamat pada seseorang atas maksiat,
kebid'ahan atau kekufuran, maka ia terancam murka Allah" (sampai disini
ucapan beliau – semoga Allah merahmatinya-).
Mengucapkan
selamat hari raya pada orang kafir hukumnya haram dan keadaannya seperti yang
dijelaskan oleh Ibnul Qayyim karena dengan mengucapkan selamat tersebut berarti
terdapat pengakuan dan keridhaan terhadap syi'ar-syi'ar kufur mereka. Meski ia
tidak ridha akan kekufuran tersebut, akan tetapi diharamkan atas seorang muslim
untuk ridha pada syi'ar-syi'ar kekufuran, mengucapkan selamat akan hal itu atau
lainnya. Karena Allah tidak meridhai hal itu.
Allah
berfirman, artinya :
"Jika
kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak
meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia
meridhai bagimu kesyukuranmu itu"
(Q.S Az-Zumar : 7)
Dan
Allah berfirman, artinya :
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk
kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai
Islam itu jadi agamamu"
(Q.S Al-Maaidah
: 3)
Mengucapkan
selamat pada mereka adalah haram baik ia mengikuti acara perayaannya atau
tidak. Jika mereka memberi ucapan selamat, maka kita tidak membalasnya, karena
memang bukan hari raya kita dan karena itu adalah hari raya yang tidak diridhai
Allah Ta'ala. Hari raya itu adalah sesuatu yang di ada-adakan dalam agama
mereka. Atau hari raya yang disyari'atkan akan tetapi sudah dinasakh (dihapus)
dengan datangnya Agama Islam yang Allah utus dengannya Muhammad –shallallahu ‘alaihi
wa sallam- pada seluruh makhluk.
Allah
berfirman, artinya:
"Barangsiapa mencari
agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama
itu) daripadanya, dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang rugi" (Q.S Ali Imran : 85)
Adalah haram hukumnya bagi seorang muslim untuk memenuhi undangan
mereka dalam acara ini. Karena ini adalah lebih parah dari mengucapkan selamat.
Begitu pula diharamkan atas seorang muslim untuk meniru orang-orang kafir
dengan merayakan acara hari raya tersebut, atau tukar-menukar hadiah, atau
membagikan kue dan makanan atau libur dari kerja dll. Berdasarkan sabda nabi Muhammad –shallallahu
‘alaihi wa sallam-:
"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dalam golongan
mereka"
(Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 4031 dalam sunan Abi Dawud dan dinilai
Hasan oleh Syaikh Albani)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam
kitab: Iqtidha Ash-Shirath Al-Mustaqim mukhalafati Ashhaabul Jahiim
: "Menyerupai orang-orang kafir dalam hari raya mereka akan menyenangkan
hati mereka akan kebatilan yang ada pada mereka. Bisa jadi hal
itu akan menyebabkan orang-orang kafir tersebut memanfaatkan kesempatan
sehingga orang-orang yang lemah menjadi terhina.
Barangsiapa yang melakukan hal tersebut, maka dia berdosa,
baik ia melakukannya karena sungkan, kasih sayang, malu, atau sebab lainnya,
karena ini termasuk dari sikap tidak berpendirian dalam agama Allah dan menyebabkan kekuatan
jiwa orang-orang kafir serta (semakin menambah) kebanggaan mereka terhadap agamanya.
Kepada Allah-lah tempat memohon pertolongan
agar memuliakan dan meneguhkan kaum muslimin dengan Islam, dan menolong mereka
dari musuh-musuh Islam. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.
(Sampai
di sini jawaban Syaikh 'Utsaimin rahimahullah semoga menempatkan beliau di
surga-Nya. Disarikan dari Kitab Majmu' Fataawa wa Rasaail Syaikh Muhammad
Shalih Al' Utaimin (Juz 3 halaman 44-46).)
B.
FATWA TENTANG MAKAN HIDANGAN ACARA KEAGAMAAN NON MUSLIM
Komisi Tetap Untuk Riset Ilmiyah dan Fatwa Saudi Arabia
ditanya :
Pertanyaan: Apakah
dibolehkan bagi seorang muslim untuk makan hidangan yang disiapkan oleh Ahlul
Kitab atau Musyrikin untuk memperingati hari besar keagamaan (i’ed)
mereka. Dan apakah pemberian mereka dalam rangka peringatan i’ed mereka
tersebut boleh diterima ?
Jawaban: Alhamdulillah,
tidak diperbolehkan bagi seorang muslim makan hidangan yang dibuat oleh orang
Yahudi, Nashrani atau Musyrikin dalam rangka merayakan hari besar keagamaan (i’ed)
mereka. Demikian pula tidak diperkenankan bagi seorang muslim menerima hadiah
dari mereka karena perayaan hari besar agama mereka.
Karena dalam
perbuatan tersebut terdapat unsur pemuliaan terhadap mereka, membantu dalam
menampakkan simbol-simbol keagamaan mereka serta ikut menyebarkan bid’ah-bid’ah
perayaan agama mereka serta bergembira karenanya.
Dan sungguh
perbuatan ini bisa mengantarkan pada perbuatan menjadikan perayaan hari besar
mereka sebagai hari besar agama kita. Atau paling tidak akan ada saling tukar
undangan untuk ikut makan atau memberi hadiah pada hari besar agama kita dan
agama mereka. Dan ini merupakan fitnah dan bid’ah dalam agama.
Telah datang
hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau
bersabda :
“Barangsiapa yang mengada-adakan perkara
baru dalam agama kami yang tidak ada keterangannya dari agama maka perkara
tersebut tertolak.”
(Diriwayatkan
oleh Bukhori, Muslim, Abu Dawud, dan Ibnu majah )
( fatawa al-lajnah Ad-Daimah 22/398)
C.
FATWA MEMBERIKAN HADIAH DAN
MENERIMA HADIAH HARI RAYA NATAL
Adapun tentang hadiah pada hari raya mereka, maka tidak
dibolehkan memberinya kepada mereka, serta tidak boleh juga menerimanya dari
mereka, karena hal tersebut berarti mengagungkan hari raya mereka dan pengakuan
terhadapnya serta membantu kekufurannya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, -rahimahullah-, berkata,
Siapa yang memberikan hadiah kepada kaum muslim pada hari raya
mereka, tidak seperti kebiasaannya atau waktu lainnya, selain hari raya
tersebut, maka hadiahnya tidak diterima. Khusunya apabila hadiah tersebut
digunakan untuk menyerupai mereka, seperti hadiah lilin dan semacamnya pada
hari Natal, atau hadiah telor, laban, kambing dalam hari raya ‘Kamis kecil’
pada akhir puasa mereka.
Demikian pula tidak dibolehkan memberi hadiah kepada siapapun
dari kalangan muslimin dengan moment hari raya mereka, khususnya jika hal
tersebut berupa sesuatu yang membuatnya menyerupai orang kafir sebagaimana
telah kami sebutkan.
Begitu pula tidak dibolehkan menjual kepada seorang muslim,
sesuatu yang dapat membantunya untuk menyerupai orang kafir pada hari raya
mereka, baik berupa makanan, pakaian dan semacamnya. Karena hal tersebut
berarti membantu dalam kemungkaran. (Iqtidha Ash-Shiratal Mustaqim, hal. 227)
Beliau (Syaikhul Islam, Ibnu Taimiah) juga berkata, ‘Adapun
seorang muslim menjual kepada orang kafir sesuatu yang dapat membantu mereka
pada hari raya mereka, berupa makanan, pakaian, wewangian dan semacamnya atau
menjadikannya sebagai hadiah kepada mereka, maka hal tersebut tersebut membantu
mereka dalam hari raya mereka yang diharamkan.
Kesimpulannya berlandaskan pada sebuah prinsip bahwa tidak
boleh menjual anggur kepada orang kafir yang akan menjadikannya sebagai khamar.
Demikian pula menjual senjata kepada orang yang akan memerangi kaum muslimin
dengan senjata tersebut. (Iqtidha Ash-Shiratal Mustaqim, hal. 229)
Ibnu Al-Qoyim, rahimahullah berkata tentang hari raya Ahlul
Kitab, ‘Sebagaimana halnya mereka tidak boleh menampakkannya, maka tidak boleh
pula bagi kaum muslimin membantunya atau menghadirinya berdasarkan kesepakatan
para ulama. Para fuqoha pengikut imam yang empat telah menegaskan dalam
kitab-kitab mereka…. Kemudian Syaikhul Islam menyebutkan perkataan para imam
dan penyataan mereka yang melarang hal tersebut. (Ahkam Ahlizzimmah,
3/1245-1250).
Ust. Lukman Fauzi,Lc
Sumber Rujukan
1.
Majmu' Fataawa wa Rasaail Syaikh Muhammad
Shalih Al'Utaimin
2.
Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah
3.
Iqtidho Ash-Shirot Al-Mustaqim Li
Mukholafati Ash-habi Al-Jahim karya Syaikhul Islam ibnu Taimiyah
4.
Ahkamu Ahlizzimmah karya Ibnu
Qoyyim Al-jauziyyah