infaq

Anda dapat memberikan Donasi/Infaq (untuk penerbitan buletin ini) melalui: BRI Syariah a.n. Ahmad Sukhaemi no. rek. 1014442916

Jumat, 20 Desember 2013

FATWA-FATWA SEPUTAR HARI RAYA NATAL

Umat Islam sekarang dihadapkan pada sikap toleransi yang melewati batas. Dan hal ini didukung oleh orang – orang yang mengaku cendekiawan muslim. Mereka selalu membesar-besarkan slogan kerukunan dan kebersamaan yang pada hakikatnya hanya perkataan yang menipu. Dan akan menjadi lebih parah ketika umat islam menjadikan mereka tempat rujukan dalam masalah agama.


Sikap toleransi kepada non muslim dianjurkan dalam syariat. Toleransi yang dianjurkan oleh syariat adalah toleransi dalam hal mu’amalah seperti jual beli, hak tetangga, dan lainnya. Akan tetapi, kalau toleransi sudah menyeberangi batas-batas keyakinan (aqidah) dan peribadatan maka tidak boleh dilakukan.

Di antara sikap toleransi yang berlebihan adalah ketika seorang muslim ikut-ikutan merayakan Natal, mengucapkan selamat natal, memberikan hadiah dan menggunakan slogan-slogan yang menjadi simbol hari raya nasrani tersebut. Dan sikap toleransi yang berlebihan akan menjadikan seorang Muslim meremehkan prinsip-prinsip dasar yang tidak boleh tercampuri oleh prinsip manapun.

Dalam kesempatan ini Saya akan membawakan beberapa fatwa seputar natal dan hari raya agama lain dari ulama Ahlus-sunnah yang wajib menjadi rujukan umat muslim. Mudah-mudahan yang belum mengetahui menjadi tahu dan yang masih ragu menjadi yakin dan yang sudah yakin menjadi tambah keyakinannya.

A.     FATWA TENTANG MENGUCAPKAN SELAMAT NATAL

Syaikh Al-'Utsaimin rahimahullah ditanya tentang hukum mengucapkan selamat hari raya krismis atau Natal pada orang-orang kafir ? Apa yang kita lakukan seandainya mereka mengucapkan selamat hari raya ? Apakah boleh mendatangi tempat-tempat perayaan hari raya tersebut ? Berdosakah seseorang jika melakukan hal di atas tanpa ada unsur kesengajaan, untuk menjaga sikap baik, malu atau tidak enak atau sebab lainnya. Bolehkah meniru mereka dalam hal ini ?  

Beliau menjawab : Mengucapkan selamat hari raya krismis/Natal atau lainnya pada orang-orang kafir hukumnya adalah haram menurut kesepakatan (ulama). Ibnul Qayyim rahimahullah  membahas tentang hal ini dalam kitabnya: Ahkam Ahli Dzimmah, beliau berkata:

"Mengucapkan selamat atas syi'ar tertentu orang-orang kafir, hukumnya adalah haram  menurut kesepakatan (ulama), seperti ucapan selamat terhadap hari raya atau puasa mereka dengan mengatakan: "Hari Raya yang diberkahi atas diri anda", atau "Anda berbahagia dengan hari raya ini" dan semisalnya. Maka hal yang seperti ini, jika orang yang mengucapkan terlepas dari kekufuran, maka hal itu termasuk dari perkara yang diharamkan. Ini adalah seperti anda mengucapkan selamat atas sujudnya pada salib, bahkan dosanya lebih dari itu di sisi Allah, dan lebih dimurkai dari memberi selamat (pada orang yang) minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina dll.

Banyak orang yang konsisten agamanya minim, terjatuh pada hal tersebut. Dia tidak mengetahui keburukan yang ia lakukan. Barangsiapa yang mengucapkan selamat pada seseorang atas maksiat, kebid'ahan atau kekufuran, maka ia terancam murka Allah" (sampai disini ucapan beliau – semoga Allah merahmatinya-).

Mengucapkan selamat hari raya pada orang kafir hukumnya haram dan keadaannya seperti yang dijelaskan oleh Ibnul Qayyim karena dengan mengucapkan selamat tersebut berarti terdapat pengakuan dan keridhaan terhadap syi'ar-syi'ar kufur mereka. Meski ia tidak ridha akan kekufuran tersebut, akan tetapi diharamkan atas seorang muslim untuk ridha pada syi'ar-syi'ar kekufuran, mengucapkan selamat akan hal itu atau lainnya. Karena Allah tidak meridhai hal itu.

Allah berfirman, artinya :
"Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu"      (Q.S Az-Zumar : 7)

Dan Allah berfirman, artinya :
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu"  
 (Q.S Al-Maaidah : 3)
          
Mengucapkan selamat pada mereka adalah haram baik ia mengikuti acara perayaannya atau tidak. Jika mereka memberi ucapan selamat, maka kita tidak membalasnya, karena memang bukan hari raya kita dan karena itu adalah hari raya yang tidak diridhai Allah Ta'ala. Hari raya itu adalah sesuatu yang di ada-adakan dalam agama mereka. Atau hari raya yang disyari'atkan akan tetapi sudah dinasakh (dihapus) dengan datangnya Agama Islam yang Allah utus dengannya Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pada seluruh makhluk.

Allah berfirman, artinya:
                                                           
"Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang rugi"     (Q.S Ali Imran : 85)

Adalah haram hukumnya bagi seorang muslim untuk memenuhi undangan mereka dalam acara ini. Karena ini adalah lebih parah dari mengucapkan selamat. Begitu pula diharamkan atas seorang muslim untuk meniru orang-orang kafir dengan merayakan acara hari raya tersebut, atau tukar-menukar hadiah, atau membagikan kue dan makanan atau libur dari kerja dll. Berdasarkan sabda nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:

"Barangsiapa yang menyerupai  suatu kaum, maka ia termasuk dalam golongan mereka"

(Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 4031 dalam sunan Abi Dawud dan dinilai Hasan oleh Syaikh Albani)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam kitab: Iqtidha Ash-Shirath Al-Mustaqim mukhalafati Ashhaabul Jahiim : "Menyerupai orang-orang kafir dalam hari raya mereka akan menyenangkan hati mereka akan kebatilan yang ada pada mereka. Bisa jadi hal itu akan menyebabkan orang-orang kafir tersebut memanfaatkan kesempatan sehingga orang-orang yang lemah menjadi terhina.

Barangsiapa yang melakukan hal tersebut, maka dia berdosa, baik ia melakukannya karena sungkan, kasih sayang, malu, atau sebab lainnya, karena ini termasuk dari sikap tidak berpendirian  dalam agama Allah dan menyebabkan kekuatan jiwa orang-orang kafir serta (semakin menambah) kebanggaan mereka terhadap agamanya. Kepada Allah-lah tempat memohon pertolongan agar memuliakan dan meneguhkan kaum muslimin dengan Islam, dan menolong mereka dari musuh-musuh Islam. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.

(Sampai di sini jawaban Syaikh 'Utsaimin rahimahullah semoga menempatkan beliau di surga-Nya. Disarikan dari Kitab Majmu' Fataawa wa Rasaail Syaikh Muhammad Shalih  Al' Utaimin (Juz 3 halaman 44-46).)

B.     FATWA TENTANG MAKAN HIDANGAN ACARA KEAGAMAAN NON MUSLIM

Komisi Tetap Untuk Riset Ilmiyah dan Fatwa Saudi Arabia ditanya :

Pertanyaan: Apakah dibolehkan bagi seorang muslim untuk makan hidangan yang disiapkan oleh Ahlul Kitab atau Musyrikin untuk memperingati hari besar keagamaan (i’ed) mereka. Dan apakah pemberian mereka dalam rangka peringatan i’ed  mereka tersebut boleh diterima ?

Jawaban: Alhamdulillah, tidak diperbolehkan bagi seorang muslim makan hidangan yang dibuat oleh orang Yahudi, Nashrani atau Musyrikin dalam rangka merayakan hari besar keagamaan (i’ed) mereka. Demikian pula tidak diperkenankan bagi seorang muslim menerima hadiah dari mereka karena perayaan hari besar agama mereka.

Karena dalam perbuatan tersebut terdapat unsur pemuliaan terhadap mereka, membantu dalam menampakkan simbol-simbol keagamaan mereka serta ikut menyebarkan bid’ah-bid’ah perayaan agama mereka serta bergembira karenanya.

Dan sungguh perbuatan ini bisa mengantarkan pada perbuatan menjadikan perayaan hari besar mereka sebagai hari besar agama kita. Atau paling tidak akan ada saling tukar undangan untuk ikut makan atau memberi hadiah pada hari besar agama kita dan agama mereka. Dan ini merupakan fitnah dan bid’ah dalam agama.

Telah datang hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda :

“Barangsiapa yang mengada-adakan perkara baru dalam agama kami yang tidak ada keterangannya dari agama maka perkara tersebut tertolak.”

(Diriwayatkan oleh Bukhori, Muslim, Abu Dawud, dan Ibnu majah )

( fatawa al-lajnah Ad-Daimah 22/398)

C.     FATWA MEMBERIKAN HADIAH DAN MENERIMA HADIAH HARI RAYA NATAL

Adapun tentang hadiah pada hari raya mereka, maka tidak dibolehkan memberinya kepada mereka, serta tidak boleh juga menerimanya dari mereka, karena hal tersebut berarti mengagungkan hari raya mereka dan pengakuan terhadapnya serta membantu kekufurannya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, -rahimahullah-, berkata,

Siapa yang memberikan hadiah kepada kaum muslim pada hari raya mereka, tidak seperti kebiasaannya atau waktu lainnya, selain hari raya tersebut, maka hadiahnya tidak diterima. Khusunya apabila hadiah tersebut digunakan untuk menyerupai mereka, seperti hadiah lilin dan semacamnya pada hari Natal, atau hadiah telor, laban, kambing dalam hari raya ‘Kamis kecil’ pada akhir puasa mereka.

Demikian pula tidak dibolehkan memberi hadiah kepada siapapun dari kalangan muslimin dengan moment hari raya mereka, khususnya jika hal tersebut berupa sesuatu yang membuatnya menyerupai orang kafir sebagaimana telah kami sebutkan.

Begitu pula tidak dibolehkan menjual kepada seorang muslim, sesuatu yang dapat membantunya untuk menyerupai orang kafir pada hari raya mereka, baik berupa makanan, pakaian dan semacamnya. Karena hal tersebut berarti membantu dalam kemungkaran. (Iqtidha Ash-Shiratal Mustaqim, hal. 227)

Beliau (Syaikhul Islam, Ibnu Taimiah) juga berkata, ‘Adapun seorang muslim menjual kepada orang kafir sesuatu yang dapat membantu mereka pada hari raya mereka, berupa makanan, pakaian, wewangian dan semacamnya atau menjadikannya sebagai hadiah kepada mereka, maka hal tersebut tersebut membantu mereka dalam hari raya mereka yang diharamkan.

Kesimpulannya berlandaskan pada sebuah prinsip bahwa tidak boleh menjual anggur kepada orang kafir yang akan menjadikannya sebagai khamar. Demikian pula menjual senjata kepada orang yang akan memerangi kaum muslimin dengan senjata tersebut. (Iqtidha Ash-Shiratal Mustaqim, hal. 229)

Ibnu Al-Qoyim, rahimahullah berkata tentang hari raya Ahlul Kitab, ‘Sebagaimana halnya mereka tidak boleh menampakkannya, maka tidak boleh pula bagi kaum muslimin membantunya atau menghadirinya berdasarkan kesepakatan para ulama. Para fuqoha pengikut imam yang empat telah menegaskan dalam kitab-kitab mereka…. Kemudian Syaikhul Islam menyebutkan perkataan para imam dan penyataan mereka yang melarang hal tersebut. (Ahkam Ahlizzimmah, 3/1245-1250).

Ust. Lukman Fauzi,Lc

Sumber Rujukan
1.      Majmu' Fataawa wa Rasaail Syaikh Muhammad Shalih Al'Utaimin
2.      Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah
3.      Iqtidho Ash-Shirot Al-Mustaqim Li Mukholafati Ash-habi Al-Jahim karya Syaikhul Islam ibnu Taimiyah
4.      Ahkamu Ahlizzimmah karya Ibnu Qoyyim Al-jauziyyah