Di
dalam edisi kemarin kita telah mengetahui tentang hakekat Cinta kepada
Rasulullah dan bagaimana kita membuktikan cinta tersebut. Cinta kepada rasul
menuntut kita untuk mengamalkan sunnah-sunnah Beliau. Dan di antara tuntutan
cinta Rasul juga adalah tidak mengadakan perkara-perkara yang baru dalam agama
yang tidak pernah dilakukan oleh Rasul dan para sahabat Beliau.
Di
antara kaum muslimin ada yang menganggap bahwa perayaan maulid Nabi termasuk
bentuk kecintaan kepada Rasul. Apakah pernyataan tersebut benar atau salah?
Maka dalam edisi kali ini kita akan mengenal tentang perayaan Maulid Nabi.
A.
Kapan
nabi lahir ?
Tanggal
Kelahiran Nabi Muhammad masih diperselisihkan akan tetapi kebanyakan kaum
muslimin meyakini tanggal 12 Rabiul Awwal. Ada yang mengatakan bahwa beliau
lahir tanggal 2 Rabiul Awal, 8 Rabiul Awal, 10 Rabiul Awal, 12 Rabiul Awal, 17
Rabiul Awal (Lihat al-Bidayah wa Nihayah
karya Ibnu Katsir: 2/260 dan Latho’iful Ma’arif
karya Ibnu Rojab hlm. 184-185). Semua pendapat ini tidak berdasarkan hadits
yang shahih. Adapun hadits Jabir dan Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma
yang menerangkan bahwa tanggal kelahiran Nabi adalah tanggal 12 Rabiul Awal tidak shahih. Kalaulah shahih, tentu akan
menjadi hakim (pemutus perkara) dalam masalah ini. Akan tetapi, Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang hadits tersebut,
“Sanadnya terputus.” (al-Bidayah wan Nihayah
karya Ibnu katsir hlm. 184-185)
Menurut
Syaikh Al-Mubarakfuri dalam Ar-Rohiqul Mahtum: Nabi dilahirkan di bangsa bani
Hasyim di kota Mekah pagi hari senin tanggal 9 Rabiul Awwal. Syaikh Ibnu
Utsaimin berkata, “Sebagian ahli falak belakangan telah meneliti tentang
tanggal kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ternyata jatuh
pada tanggal 9 Rabiul Awal, bukan 12 Rabiul Awal.” (al-Qaulul Mufid ‘ala Kitab
Tauhid: 1/491)
B.
Orang
yang pertama kali mengadakan perayaan maulid Nabi
Peringatan
Maulid Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah perkara yang baru yang
diadakan dalam agama (bid’ah). Kelompok yang pertama kali mengadakannya adalah
Bani ‘Ubaid al-Qaddah yang menamakan diri mereka dengan kelompok Fathimiyah
pada abad ke- 4 Hijriyah. Mereka menisbatkan diri kepada putra ‘Ali bin Abi
Thalib Radhiyallahu 'anhu. Padahal mereka adalah pencetus aliran kebatinan.
Nenek moyang mereka adalah Ibnu Dishan yang dikenal dengan al-Qaddah, salah
seorang pendiri aliran Bathiniyah di Irak. ( al-Bida’ al-Hauliyah karya
Abdullah bin Abdul aziz bin Ahmad At-Tuwaijiri hlm. 137)
Para ulama ummat, para pemimpin, dan para pembesarnya bersaksi bahwa mereka adalah orang-orang munafik zindiq, yang menampakkan Islam dan menyembunyikan kekafiran. Bila ada orang yang bersaksi bahwa mereka orang-orang beriman, berarti dia bersaksi atas sesuatu yang tidak diketahuinya, karena tidak ada sesuatu pun yang menunjukkan keimanan mereka, sebaliknya banyak hal yang menunjukkan atas kemunafikan dan kezindikan mereka. (Fadhâ-ih al-Bâthiniyyah hlm. 37 karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah)
C.
Hubungan perayaan maulid Nabi dengan Syiah
Perayaan maulid Nabi sangat erat hubungannya
dengan Bani Fatimiyah karena mereka yang mengawali bid’ah ini, padahal mereka
adalah sekelompok orang Syiah pengikut Ubaid bin Maimun Al Qoddah. Mereka
menyebut dirinya sebagai Bani Fatimiyah karena menganggap bahwa pemimpin mereka
adalah keturunan Fatimah putri Nabi. Meskipun aslinya ini adalah pengakuan
dusta. Oleh karena itu, nama yang lebih layak untuk mereka adalah Bani
Ubaidiyah bukan Bani Fatimiyah. Kelompok ini memiliki paham Syiah Rafidhah yang menentang
Ahlusunnah, dari sejak didirikan sampai masa keruntuhannya berkuasa di benua
Afrika bagian utara selama kurang lebih dua abad. Dimulai sejak keberhasilan
mereka dalam meruntuhkan daulah Bani Rustum tahun 297 H dan diakhiri dengan
keruntuhan mereka di tangan daulah Salahudin Al Ayyubi pada tahun 564 H. (Ad Daulah Al Fathimiyah, Ali Muhammad As
Shalabi).
Daulah Fatimiyah ini memiliki hubungan erat
dengan kelompok Syiah Al Qaramithah Bathiniyah. Perlu diketahui bahwa Kelompok
Al Qaramithah Bathiniyah ini memiliki keyakinan yang sangat menyimpang dari
ajaran Islam. Di antaranya mereka hendak menghilangkan syariat haji dalam agama
Islam. Oleh karena itu, pada musim haji tahun 317 H kelompok ini melakukan
kekacauan di tanah haram dengan membantai para jama’ah haji, merobek-robek kain
penutup pintu ka’bah, dan merampas hajar aswad serta menyimpannya di daerahnya
selama 22 tahun. (Al Bidayah wan Nihayah,
Ibnu Katsir)
D.
Argumen-Argumen
Seputar Perayaan Maulid Nabi
Orang-orang yang mengerjakan atau mendukung perayaan maulid Nabi
mempunyai klaim, dakwaan dan syubhat untuk melegalkan tindakan bid’ah mereka,
yaitu:
1.
Perayaan
Maulid Nabi merupakan bentuk pengagungan
kepada Beliau
Jawaban terhadap pengakuan ini adalah:
Sesungguhnya pengagungan terhadap Nabi adalah dengan taat,
mengerjakan perintah dan meninggalkan larangan-larangan Beliau, serta mencintai
Nabi .
Pengagungan terhadap Nabi bukanlah dengan mengerjakan perbuatan
bid’ah, khurofat, dan maksiat serta perayaan untuk memperingati kelahiran
Beliau sebab semua perbuatan ini merupakan bentuk pertentangan kepada Beliau.
Adapun orang yang paling besar kecintaannya kepada Nabi mereka
tiada lain adalah para sahabat Beliau –semoga Allah ridho kepada mereka semua-
Seperti yang dikatakan oleh Urwah ibnu Mas’ud kepada orang-orang suku Quraisy:
“ Hai kaum! Demi Alloh, saya telah diutus kepada Kisro (gelar raja
Persia), demikian juga kepada Kaisar (gelar raja Romawi) serta raja-raja, belum
pernah aku melihat seorang rajapun diagungkan oleh sahabat –sahabatnya seperti
pengagungan sahabat-sahabat Muhammad , Demi Allah belum pernah ada pengagungan
yang seperti itu”.
Namun demikian, pengagungan para sahabat kepada Nabi yang begitu
besar tidak membuat mereka merayakan hari kelahiran (maulid) Beliau. Seandainya
perayaan ini dianjurkan pasti para sahaabat –semoga Allah ridho kepada mereka
semua- tidak akan meninggalkannya.
2.
Peringatan
dan Perayaan Maulid Nabi banyak dilakukan oleh kebanyakan orang di berbagai
negeri
Jawaban terhadap terhadap pernyataan di atas adalah:
Telah tetap dalil dari Rasululloh tentang pelarangan bid’ah secara
umum, dan peringatan maulid merupakan bagian dari bid’ah. Demikian juga
perbuatan kebanyakan orang yang bertentangan dengan dalil tidaklah menjadi
alasan legalitas atau hujjah untuk diperbolehkannya hal itu. Allah telah
berfirman,
Artinya: “Seandainya kamu mengikuti kebanyakan manusia di bumi
niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah” (QS. Al-An’am: 116)
3. Orang-orang
yang mengerjakan maulid mengatakan: “Sesungguhnya perayaan maulid ini merupakan
upaya menghidupkan dzikir kepada Nabi”
Jawaban terhadap hal ini:
Menghidupkan dzikir kepada Nabi adalah dengan cara yang telah
disyariatkan oleh Allah Ta’ala seperti dalam adzan dan iqomah, ketika khotbah,
sholawat, bacaan tasyahud ketika sholat, membaca hadits, serta mengikuti
apa-apa yang datangnya dari Beliau. Hal ini berlangsung terus-menerus siang dan
malam tidak terbatas hanya satu kali dalam setahun.
4.
Kadang-kadang
mereka mengatakan “ Perayaan maulid Nabi itu dipelopori oleh seorang raja yang
adil dan alim (berilmu) dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Alloh”
Jawaban terhadap hal ini :
Bid’ah itu tidak bisa diterima dari siapapun datangnya, demikian
juga niat baik harus diwujudkan dengan perbuatan baik pula bukan dengan
perbuatan jelek. Adapun keberadaan raja itu sebagai seorang yang adil dan alim
tidak menjamin dirinya sebagai seorang yang ma’sum (bebas dari dosa).
5. Mereka
mengatakan: Perayaan Maulid Nabi itu merupakan bid’ah hasanah (baik), karena
hal itu sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah yang telah mengirim Rosul-Nya
yang mulia
Pernyataan ini kita jawab:
“ Tidak ada kebaikan dalam bid’ah. Bukankah Nabi telah bersabda: “
Barang siapa yang mengada-adakan dalam urusan kami, sesuatu yang tidak ada asalnya
maka ia tertolak” (HR.Bukhori: 2697, Muslim: 1718, Abu Dawud: 4606 dan Ibnu
majah: 14).
Kemudian kita katakan kepada mereka: “mengapa bentuk rasa syukur
ini (menurut sangkaan mereka) terlambat, baru diadakan pada abad ke-enam?
Sedangkan sebaik-baik generasi yaitu generasi sahabat, tabi’in dan pengikut
tabi’in belum melaksanakannya? Padahal mereka –semoga Allah ridho kepada mereka
semua- adalah generasi yang paling mencintai Nabi, serta manusia-manusia yang
paling bersemangat dalam urusan kebaikan dan golongan yang paling pandai
bersyukur. Apakah pelopor perbuatan bid’ah ini lebih lurus? Apakah rasa
syukurnya kepada Allah Ta’ala lebih besar dari generasi pendahulunya?
6. Terkadang
mereka juga mengatakan: Sesungguhnya perayaan Maulid Nabi dibangun di atas
kecintaan kepada Beliau. Dan perayaan ini adalah salah satu dari tanda-tanda
cinta kepada Nabi. Bukankah menampakkan rasa cinta kepada Beliau dianjurkan?
Jawaban:
Tidak diragukan lagi bahwa mencintai Nabi wajib hukumnya bagi
setiap muslim melebihi cintanya kepada diri-sendiri, orang tua, anak-anaknya
bahkan semua orang. Akan tetapi bukan seperti itu caranya, yaitu dengan
mengada-adakan perkara dalam agama yang belum pernah Beliau ajarkan kepada
kita, akan tetapi kecintaan kepada Beliau mengandung tuntutan untuk taat dan
mengikutinya, dan inilah bentuk kecintaan yang paling besar kepada Beliau .
Cinta kepada Nabi mengandung konsekuensi menghidupkan sunnah
Beliau, berpegang teguh kepadanya, mengenyampingkan hal-hal yang menyelisihinya
baik ucapan maupun perbuatan. Dan tidak diragukan lagi bahwa segala sesuatu
yang berseberangan dengan sunnah adalah bid’ah yang tercela serta sebagai suatu
bentuk maksiat yang nyata. Salah satunya adalah perayaan untuk memperingati
kelahiran Nabi atau yang biasa dikenal dengan maulid Nabi ini. (majalah
Al-Usroh edisi 120 tahun ke-10, Bulan Robiul Awwal 1424 H)
Tidak
ada bukti cinta yang paling mulia kecuali menuruti apa yang diminta oleh orang
yang kita cintai.Dan suatu bentuk kepalsuan cinta ketika kita melakukan sesuatu
yang tidak pernah diminta oleh orang yang kita cintai.
Wallahu a’lam bish-showab Ust. Lukman
Fauzi, Lc
Sumber
Rujukan :
1.
Al-Bida’
al-Hauliyah karya Abdullah bin Abdul aziz bin Ahmad At-Tuwaijiri
2.
Al Bidayah wan Nihayah karya
Ibnu Katsir
3.
Fadhâ-ih
al-Bâthiniyyah karya Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah
4.
Ad Daulah Al Fathimiyah
karya Ali Muhammad As Shalabi
5.
Majalah
Al-Usroh edisi 120 tahun ke-10 , Bulan Robiul Awwal 1424 H
---------------------------------------------------------
MASJID
ALMUKMINUN LIMBANGAN WETAN BREBES
Telah dibuka kelas baru/angkatan kedua bagi yang berminat belajar
kaidah Bahasa Arab dengan ketentuan sebagai berikut :
Waktu belajar :
Hari ahad,senin dan selasa ( dimulai ba’da Isya s/d 20.30 )
Materi :
Nahwu ( Syarah Mukhtashor Jiddan/syarah al-ajurumiyah )
Shorof
( Shorof praktis metode krapyak )
Tempat :
Masjid Al-Mukminun Limbangan Wetan Brebes
Cara pendaftaran : Datang ke Sekretariat Masjid Al-Mukminun
Limbangan
Wetan - Brebes
atau
menghubungi contact person yang dibawah ini
Contact person :
085286845241 / 081802896570
NB : kelas baru akan dimulai tanggal 2 Februari 2014 insya Allah
----------------------------------------------------------------------
Hadirilah
kajian Umum
“ ANCAMAN SYIAH
TERHADAP NKRI”
Bersama Ust. Arif Budiman, Lc.
Di Ma’had
Tahfidzul Qur’an Imam Syafi’i Brebes
Hari / Tanggal
: Ahad , 2 Februari 2014
Pukul : 09.00 -
Selesai
CP :
085286845241 / 085741400186