infaq

Anda dapat memberikan Donasi/Infaq (untuk penerbitan buletin ini) melalui: BRI Syariah a.n. Ahmad Sukhaemi no. rek. 1014442916

Jumat, 17 Januari 2014

Benarkah Maulid Nabi Bukti Cinta Nabi ?


Di dalam edisi kemarin kita telah mengetahui tentang hakekat Cinta kepada Rasulullah dan bagaimana kita membuktikan cinta tersebut. Cinta kepada rasul menuntut kita untuk mengamalkan sunnah-sunnah Beliau. Dan di antara tuntutan cinta Rasul juga adalah tidak mengadakan perkara-perkara yang baru dalam agama yang tidak pernah dilakukan oleh Rasul dan para sahabat Beliau.


Di antara kaum muslimin ada yang menganggap bahwa perayaan maulid Nabi termasuk bentuk kecintaan kepada Rasul. Apakah pernyataan tersebut benar atau salah? Maka dalam edisi kali ini kita akan mengenal tentang perayaan Maulid Nabi.

A.      Kapan nabi lahir ?

Tanggal Kelahiran Nabi Muhammad masih diperselisihkan akan tetapi kebanyakan kaum muslimin meyakini tanggal 12 Rabiul Awwal. Ada yang mengatakan bahwa beliau lahir tanggal 2 Rabiul Awal, 8 Rabiul Awal, 10 Rabiul Awal, 12 Rabiul Awal, 17 Rabiul Awal (Lihat al-Bidayah wa Nihayah karya Ibnu Katsir: 2/260 dan Latho’iful Ma’arif karya Ibnu Rojab hlm. 184-185). Semua pendapat ini tidak berdasarkan hadits yang shahih. Adapun hadits Jabir dan Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma yang menerangkan bahwa tanggal kelahiran Nabi adalah tanggal 12 Rabiul Awal tidak shahih. Kalaulah shahih, tentu akan menjadi hakim (pemutus perkara) dalam masalah ini. Akan tetapi, Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang hadits tersebut, “Sanadnya terputus.” (al-Bidayah wan Nihayah karya Ibnu katsir hlm. 184-185)

Menurut Syaikh Al-Mubarakfuri dalam Ar-Rohiqul Mahtum: Nabi dilahirkan di bangsa bani Hasyim di kota Mekah pagi hari senin tanggal 9 Rabiul Awwal. Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Sebagian ahli falak belakangan telah meneliti tentang tanggal kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ternyata jatuh pada tanggal 9 Rabiul Awal, bukan 12 Rabiul Awal.” (al-Qaulul Mufid ‘ala Kitab Tauhid: 1/491)

B.       Orang yang pertama kali mengadakan perayaan maulid Nabi

Peringatan Maulid Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah perkara yang baru yang diadakan dalam agama (bid’ah). Kelompok yang pertama kali mengadakannya adalah Bani ‘Ubaid al-Qaddah yang menamakan diri mereka dengan kelompok Fathimiyah pada abad ke- 4 Hijriyah. Mereka menisbatkan diri kepada putra ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu. Padahal mereka adalah pencetus aliran kebatinan. Nenek moyang mereka adalah Ibnu Dishan yang dikenal dengan al-Qaddah, salah seorang pendiri aliran Bathiniyah di Irak. ( al-Bida’ al-Hauliyah karya Abdullah bin Abdul aziz bin Ahmad At-Tuwaijiri hlm. 137)

Para ulama ummat, para pemimpin, dan para pembesarnya bersaksi bahwa mereka adalah orang-orang munafik zindiq, yang menampakkan Islam dan menyembunyikan kekafiran. Bila ada orang yang bersaksi bahwa mereka orang-orang beriman, berarti dia bersaksi atas sesuatu yang tidak diketahuinya, karena tidak ada sesuatu pun yang menunjukkan keimanan mereka, sebaliknya banyak hal yang menunjukkan atas kemunafikan dan kezindikan mereka. (Fadhâ-ih al-Bâthiniyyah hlm. 37 karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah)

C.       Hubungan perayaan maulid Nabi dengan Syiah

Perayaan maulid Nabi sangat erat hubungannya dengan Bani Fatimiyah karena mereka yang mengawali bid’ah ini, padahal mereka adalah sekelompok orang Syiah pengikut Ubaid bin Maimun Al Qoddah. Mereka menyebut dirinya sebagai Bani Fatimiyah karena menganggap bahwa pemimpin mereka adalah keturunan Fatimah putri Nabi. Meskipun aslinya ini adalah pengakuan dusta. Oleh karena itu, nama yang lebih layak untuk mereka adalah Bani Ubaidiyah bukan Bani Fatimiyah. Kelompok ini memiliki paham Syiah Rafidhah yang menentang Ahlusunnah, dari sejak didirikan sampai masa keruntuhannya berkuasa di benua Afrika bagian utara selama kurang lebih dua abad. Dimulai sejak keberhasilan mereka dalam meruntuhkan daulah Bani Rustum tahun 297 H dan diakhiri dengan keruntuhan mereka di tangan daulah Salahudin Al Ayyubi pada tahun 564 H. (Ad Daulah Al Fathimiyah, Ali Muhammad As Shalabi).

Daulah Fatimiyah ini memiliki hubungan erat dengan kelompok Syiah Al Qaramithah Bathiniyah. Perlu diketahui bahwa Kelompok Al Qaramithah Bathiniyah ini memiliki keyakinan yang sangat menyimpang dari ajaran Islam. Di antaranya mereka hendak menghilangkan syariat haji dalam agama Islam. Oleh karena itu, pada musim haji tahun 317 H kelompok ini melakukan kekacauan di tanah haram dengan membantai para jama’ah haji, merobek-robek kain penutup pintu ka’bah, dan merampas hajar aswad serta menyimpannya di daerahnya selama 22 tahun. (Al Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir)

D.      Argumen-Argumen Seputar Perayaan Maulid Nabi

Orang-orang yang mengerjakan atau mendukung perayaan maulid Nabi mempunyai klaim, dakwaan dan syubhat untuk melegalkan tindakan bid’ah mereka, yaitu:

1.        Perayaan Maulid Nabi  merupakan bentuk pengagungan kepada Beliau

Jawaban terhadap pengakuan ini adalah:

Sesungguhnya pengagungan terhadap Nabi adalah dengan taat, mengerjakan perintah dan meninggalkan larangan-larangan Beliau, serta mencintai Nabi .

Pengagungan terhadap Nabi bukanlah dengan mengerjakan perbuatan bid’ah, khurofat, dan maksiat serta perayaan untuk memperingati kelahiran Beliau sebab semua perbuatan ini merupakan bentuk pertentangan kepada Beliau.

Adapun orang yang paling besar kecintaannya kepada Nabi mereka tiada lain adalah para sahabat Beliau –semoga Allah ridho kepada mereka semua- Seperti yang dikatakan oleh Urwah ibnu Mas’ud kepada orang-orang suku Quraisy:

“ Hai kaum! Demi Alloh, saya telah diutus kepada Kisro (gelar raja Persia), demikian juga kepada Kaisar (gelar raja Romawi) serta raja-raja, belum pernah aku melihat seorang rajapun diagungkan oleh sahabat –sahabatnya seperti pengagungan sahabat-sahabat Muhammad , Demi Allah belum pernah ada pengagungan yang seperti itu”.

Namun demikian, pengagungan para sahabat kepada Nabi yang begitu besar tidak membuat mereka merayakan hari kelahiran (maulid) Beliau. Seandainya perayaan ini dianjurkan pasti para sahaabat –semoga Allah ridho kepada mereka semua- tidak akan meninggalkannya.

2.        Peringatan dan Perayaan Maulid Nabi banyak dilakukan oleh kebanyakan orang di berbagai negeri

Jawaban terhadap terhadap pernyataan di atas adalah:

Telah tetap dalil dari Rasululloh tentang pelarangan bid’ah secara umum, dan peringatan maulid merupakan bagian dari bid’ah. Demikian juga perbuatan kebanyakan orang yang bertentangan dengan dalil tidaklah menjadi alasan legalitas atau hujjah untuk diperbolehkannya hal itu. Allah telah berfirman,

Artinya: “Seandainya kamu mengikuti kebanyakan manusia di bumi niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah” (QS. Al-An’am: 116)

3.   Orang-orang yang mengerjakan maulid mengatakan: “Sesungguhnya perayaan maulid ini merupakan upaya menghidupkan dzikir kepada Nabi”

Jawaban terhadap hal ini:

Menghidupkan dzikir kepada Nabi adalah dengan cara yang telah disyariatkan oleh Allah Ta’ala seperti dalam adzan dan iqomah, ketika khotbah, sholawat, bacaan tasyahud ketika sholat, membaca hadits, serta mengikuti apa-apa yang datangnya dari Beliau. Hal ini berlangsung terus-menerus siang dan malam tidak terbatas hanya satu kali dalam setahun.

4.        Kadang-kadang mereka mengatakan “ Perayaan maulid Nabi itu dipelopori oleh seorang raja yang adil dan alim (berilmu) dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Alloh”

Jawaban terhadap hal ini :

Bid’ah itu tidak bisa diterima dari siapapun datangnya, demikian juga niat baik harus diwujudkan dengan perbuatan baik pula bukan dengan perbuatan jelek. Adapun keberadaan raja itu sebagai seorang yang adil dan alim tidak menjamin dirinya sebagai seorang yang ma’sum (bebas dari dosa).

5.       Mereka mengatakan: Perayaan Maulid Nabi itu merupakan bid’ah hasanah (baik), karena hal itu sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah yang telah mengirim Rosul-Nya yang mulia

Pernyataan ini kita jawab:

“ Tidak ada kebaikan dalam bid’ah. Bukankah Nabi telah bersabda: “ Barang siapa yang mengada-adakan dalam urusan kami, sesuatu yang tidak ada asalnya maka ia tertolak” (HR.Bukhori: 2697, Muslim: 1718, Abu Dawud: 4606 dan Ibnu majah: 14).

Kemudian kita katakan kepada mereka: “mengapa bentuk rasa syukur ini (menurut sangkaan mereka) terlambat, baru diadakan pada abad ke-enam? Sedangkan sebaik-baik generasi yaitu generasi sahabat, tabi’in dan pengikut tabi’in belum melaksanakannya? Padahal mereka –semoga Allah ridho kepada mereka semua- adalah generasi yang paling mencintai Nabi, serta manusia-manusia yang paling bersemangat dalam urusan kebaikan dan golongan yang paling pandai bersyukur. Apakah pelopor perbuatan bid’ah ini lebih lurus? Apakah rasa syukurnya kepada Allah Ta’ala lebih besar dari generasi pendahulunya?

6.       Terkadang mereka juga mengatakan: Sesungguhnya perayaan Maulid Nabi dibangun di atas kecintaan kepada Beliau. Dan perayaan ini adalah salah satu dari tanda-tanda cinta kepada Nabi. Bukankah menampakkan rasa cinta kepada Beliau dianjurkan?

Jawaban:

Tidak diragukan lagi bahwa mencintai Nabi wajib hukumnya bagi setiap muslim melebihi cintanya kepada diri-sendiri, orang tua, anak-anaknya bahkan semua orang. Akan tetapi bukan seperti itu caranya, yaitu dengan mengada-adakan perkara dalam agama yang belum pernah Beliau ajarkan kepada kita, akan tetapi kecintaan kepada Beliau mengandung tuntutan untuk taat dan mengikutinya, dan inilah bentuk kecintaan yang paling besar kepada Beliau .

Cinta kepada Nabi mengandung konsekuensi menghidupkan sunnah Beliau, berpegang teguh kepadanya, mengenyampingkan hal-hal yang menyelisihinya baik ucapan maupun perbuatan. Dan tidak diragukan lagi bahwa segala sesuatu yang berseberangan dengan sunnah adalah bid’ah yang tercela serta sebagai suatu bentuk maksiat yang nyata. Salah satunya adalah perayaan untuk memperingati kelahiran Nabi atau yang biasa dikenal dengan maulid Nabi ini. (majalah Al-Usroh edisi 120 tahun ke-10, Bulan Robiul Awwal 1424 H)

Tidak ada bukti cinta yang paling mulia kecuali menuruti apa yang diminta oleh orang yang kita cintai.Dan suatu bentuk kepalsuan cinta ketika kita melakukan sesuatu yang tidak pernah diminta oleh orang yang kita cintai.

Wallahu a’lam bish-showab                                                    Ust. Lukman Fauzi, Lc

Sumber Rujukan :
1.    Al-Bida’ al-Hauliyah karya Abdullah bin Abdul aziz bin Ahmad At-Tuwaijiri
2.    Al Bidayah wan Nihayah karya Ibnu Katsir
3.    Fadhâ-ih al-Bâthiniyyah  karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
4.    Ad Daulah Al Fathimiyah karya Ali Muhammad As Shalabi
5.    Majalah Al-Usroh edisi 120 tahun ke-10 , Bulan Robiul Awwal 1424 H

 ---------------------------------------------------------
MASJID ALMUKMINUN LIMBANGAN WETAN BREBES

Telah dibuka kelas baru/angkatan kedua bagi yang berminat belajar kaidah Bahasa Arab dengan ketentuan sebagai berikut :
Waktu belajar             : Hari ahad,senin dan selasa ( dimulai ba’da Isya s/d 20.30 )
Materi                         : Nahwu ( Syarah Mukhtashor Jiddan/syarah al-ajurumiyah )
                                      Shorof  ( Shorof praktis metode krapyak )
Tempat                        : Masjid Al-Mukminun Limbangan Wetan Brebes
Cara pendaftaran        : Datang ke Sekretariat Masjid Al-Mukminun
                                      Limbangan Wetan - Brebes
                                      atau menghubungi contact person yang dibawah ini
Contact person            : 085286845241   /    081802896570
NB : kelas baru akan dimulai tanggal 2 Februari 2014 insya Allah

 ----------------------------------------------------------------------

Hadirilah kajian Umum
“ ANCAMAN SYIAH TERHADAP NKRI”
Bersama  Ust. Arif Budiman, Lc.
Di Ma’had Tahfidzul Qur’an Imam Syafi’i Brebes
Hari / Tanggal : Ahad , 2 Februari 2014
Pukul : 09.00 - Selesai
CP : 085286845241    /    085741400186